LATAR BELAKANG
Koperasi merupakan lembaga dimana orang-orang yang memilikikepentingan relatif homogen berhimpun untuk meningkatkan kesejahteraannya.Konsepsi demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang cukup strategis bagi anggotanya dalam mencapai tujuan-tujuan ekonomis yang pada gilirannya berdampak kepada masyarakat secara luas. Di sektor pertanian misalnya, peranserta koperasi di masa lalu cukup efektif untuk mendorong peningkatan produksi khususnya di subsektor pangan. Selama era tahun 1980-an, koperasi terutama KUD mampu memposisikan diri sebagai lembaga yang diperhitungkan dalam program pengadaan pangan nasional. Ditinjau dari sisi produksi pangan khususnya beras, peran signifikannya dapat diamati dalam hal penyaluran prasarana dan sarana produksi mulai dari pupuk, bibit, obat-obatan, RMU sampai dengan pemasaran gabah atau beras. Meskipun demikian dari sisi konsumsi, ketersediaan bahan pangan bagi konsumen seringkali menjadi bahan perbincangan sebab jaminan kualitas dan kuantitas tidak selalu terpenuhi.
Sementara itu, di dalam negeri telah terjadi berbagai perubahan seiring dengan berlangsungnya era globalisasi dan liberalisasi ekonomi dan kondisi tersebut membawa konsekuensi serius dalam hal pengadaan bahan pangan. Secara konseptual liberalisasi ekonomi dengan menyerahkan kendali roda perekonomian kepada mekanisme pasar ternyata dalam prakteknya belum tentu secara otomatis berpihak kepada komunitas ekonomi lemah atau kecil. Kondisi yang relatif identik berlangsung di sektor pangan dan diperkirakan karena belum tertatanya sistem produksi dan distribusi dalam mengantisipasi perubahan yang sudah terjadi. Semula peran Bulog sangat dominan dalam pengadaan pangan dan penyangga harga dasar, tetapi sekarang setelah tiadanya paket skim kredit pengadaan pangan melalui koperasi dan dihapuskannya skim kredit pupuk bersubsidi maka pengadaan pangan hampir sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Sebagai dampaknya, peran koperasi dalam pembangunan pertanian dan ketahanan pangan semakin tidak berarti lagi. Bahkan sulit dibantah apabila terdapat pengamat yang menyatakan bahwa pemerintah tidak lagi memiliki konsep dan program pembangunan koperasi yang secara jelas memposisikan koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Sebelum masa krisis (tahun 1997) terdapat sebanyak 8.427 koperasi yang menangani ketersediaan pangan, sedangkan pada masa krisis (tahun 2000) terjadi penurunan menjadi 7.150 koperasi (Kementerian Koperasi dan UKM, 2003). Fakta ini mengungkap berkurangnya jumlah dan peran koperasi dalam bidang pangan, meskipun begitu beberapa koperasi telah melakukan inovasi model-model pelayanan dalam bidang pangan seperti bank padi, lumbung pangan, dan sentra-sentra pengolahan padi. Fakta lain menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir (tahun 2001–2003), terdapat kesenjangan antara produksi padi dan jagung dengan kebutuhan konsumsi yang harus ditanggulangi dengan impor. Akibatnya, ketahanan pangan di dalam negeri dewasa ini menghadapi ancaman keterpurukan yang cukup serius. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya dan tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya dan terjangkau oleh rumahtangga. Konsep ketahanan pangan lebih ditekankan pada konteks penawaran (supply side) yang tidak terpisahkan dari proses distribusi dan pemasaran hingga ke pintu konsumen. Bertitik tolak dari kondisi tersebut, terdapat pemikiran untuk meninjau kembali peran koperasi dalam mendukung ketahanan pangan nasional, khususnya di sektor perberasan. Oleh karena itu, Kementerian Negara Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM) menganggap penting dilakukannya suatu kajian strategis mengenai peran koperasi dalam menunjang ketahanan pangan nasional.
PERMASALAHAN
Perubahan kebijakan pemerintah dalam distribusi pupuk dan pengadaan beras memberikan dampak serius bagi ketahanan pangan nasional.Dalam hal penanganan ketersediaan pangan, penurunan jumlah koperasi dari 8.427 koperasi menjadi 7.150 koperasi setelah krisis (tahun 2000) juga merupakan indikasi penurunan peran koperasi dalammenunjang ketahanan pangan (Kementrian Koperasi dan UKM, 2003). Padahalkoperasi selama ini telah memiliki sejumlah fasilitas penunjang (gudang, lantaijemur, RMU, dan lain-lain) yang mendukung pengadaan produksi gabah/beras,dan koperasi mewadahi sejumlah besar petani padi. Akumulasi kelangkaan dankenaikan harga pupuk dengan penurunan peran koperasi berdampak serius bagipeningkatan produksi gabah/beras petani, dan mengindikasikan bahwakemampuan ketahanan pangan dari sisi penawaran (supply side) melemah.Kekurangan produksi gabah/beras di dalam negeri selanjutnya akan dijadikanalasan untuk membuka impor beras meskipun kita tahu bahwa hal ini mengancamdan merugikan para petani.
LANDASAN TEORI
Koperasi adalah orgnisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara berkembang memang sangat diametral. Di negara bagian barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidak adilan pasar, oleh karena itu koperasi tumbuh dan berkembang dalam persaingan pasar. Bahkan koperasi meraih posisi dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara berkembang koperasi perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan, tujuan, dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan atau perlindungan yang diperlukan. Organisasi perkoperasian di Indonesia terlahir cukup unik karena telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan. Kemudian setelah kemerdekaan koperasi diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan UUD. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. KUD sebagai koperasi program yang didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan bea pemerintah, TRI, dll.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama dan tidak mudah ke luar dari pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi Indonesia pada dasarnya didominasi oleh koperasi kredit yang menguasai antara 55-60% dari keseluruhan aset koperasi dan dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35% dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam pasar Perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI unit desa dengan pangsa sekitar 31%. Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 -2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres 4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga bebas mendirikan koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35 basis pengorganisasian koperasi. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada pengembangan bisnis maupun pengembangan usaha koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Struktur organisasi koperasi Indonesia mirip dengan organisasi pemerintah atau lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektifnya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Fenomena ini dimasa datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang dengan globalisasi saat ini.
PEMBAHASAN MASALAH
1. Kinerja koperasi dan adanya indikasi korupsi pada koperasi di Provinsi Aceh.
a. Kinerja koperasi
- Tujuan koperasi yaitu menjadikan kondisi sosial dan ekonomi anggotanya lebih baik dibanding sebelum bergabung dengan koperasi. Keanggotaanya sukarela dan terbuka. Yang keanggotaanya bersifat sukarela terbuka bagi semua orang yang bersedia mengunakan jasa jasanya, dan bersedia menerima tanggung jawab keanggotaan tanpa membedakan gender.
- Pengawasan oleh anggota secara Demokratis. Anggota yang secara aktif menetapkan kebijakan dan membuat keputusan. Laki laki dan perempuan yang dipilih sebagai pengurus atau pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota. Dalam koperasi primer, anggota memiliki hak suara yang sama (satu anggota satu suara). Pada tingkatan lain koperasi juga dikelola secara demokratis.
- Partisipasi anggota dalam kegiatan ekonomi. Anggota menyetorkan modal mereka secara adil dan melakukan pengawasan secara demokratis. Sebagian dari modal tersebut adalah milik bersama. Bila ada balas jasa terhadap modal diberikan secara terbatas. Anggota mengalokasikan SHU untuk beberapa atau semua tujuan seperti di bawah ini :
- mengembangkan koperasi. Caranya dengan membentuk dana cadangan, yang sebagian dari dana itu tidak dapat dibagikan. Dibagikan kepada anggota. Caranya seimbang berdasarkan trnsaksi mereka dengan koperasi.
- Mendukung kegiatan lainnya yang disepakati dalam rapat anggota.
- Otonomi dan kemandirian. Koperasi adalah organisasi yang otonom dan mandiri yang di awasi oleh anggotanya. Dalam setiap perjanjian dengan pihak luar ataupun dalam, syaratnya harus tetap menjamin adanya upaya pengawasan demokratis dari anggota dan tetap mempertahankan otonomi koperasi.
- Pendidikan, Pelatihan, dan Informasi. Tujuanya adalah agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif bagi perkembangan koperasi. Koperasi memberikan informasi kepada masyarakat umum, mengenai hakekat dan manfaat berkoperasi.
- Kerja sama antar koperasi. Dengan bekerja sama secara lokal, nasional, regional dan internasional maka gerakan koperasi dapat melayani anggotanya dengan efektif serat dapat memperkuat gerakan koperasi.
- Kepedulian terhadap masyarakat. Koperasi melakukan kegiatan untuk pengembangan masyarakat sekitarnya secara berkelanjutan melalui kebikjakan yang diputuskan oleh rapat anggota.
Namun tidak semua anggota koperasi yang mengetahui fungsi dan tugas koperasi dengan baik selain itu koperasi yang ada sekarang ini di aceh sangat sedikit yang mempunyai kemandirian, banyak koperasi yang mengharapkan dana dan bantuan dari Pemerintah.
Aceh mendapat perhatian khusus dana APBN. Tahun 2010, 94 koperasi di Aceh mendapatkan bantuan permodalan Rp 8.145 miliar. Tak hanya itu, Aceh juga mendapatkan kredit dari Bank Sejahtera Ekonomi untuk 18 koperasi Rp 27,45 miliar. Sementara program KUR untuk 80,692 pelaku UKM mencapai Rp 876,57 miliar.
b. Indikasi korupsi pada koperasi di aceh.
Perhatian khusus dana APBN tahun anggaran 2010, menarik perhatian banyak orang untuk mendapatkan dana tersebut dana tersebut tidak disalurkan oleh pemerintah daerar secara langsung dengan mendata koperasi-koperasi yang aktif dan produktif, namun dengan cara melayangkan proposal bantuan modal atau peralatan. Hal ini sangat berat bagi usaha mikro, karena ketidakpahaman masyarakat kecil tentang proposal dan prosedur yang terlalu panjang, menyebabkan tidak terjamahnya koperasi yang berhak mendapatkan tambahan modal.
Bantuan-bantuan yang diberikan pemerintah untuk koperasi hanya sebatas koperasi yang mempunyai jaringan ke pemerintahan atau pemafaatan oleh perorangan yang mempunyai akses ke pemerintahan. terbukti pada 2010 banyak koperasi yang memperoleh bantuan namun sangat sedikit yang berhasil.
Banyak diatarnya para perorangan yang mempunyai jaringan ke pemerintahan mendapatkan dana koperasi dengan cara membuat koperasi yang fiktif atau meminjamnya, ketika dana atau barang sebangai hibah sudah di berikan, mereka menjualnya atau memanfaatkan untuk kepentingan pribadi.
2. Peyebab Terjadinya Indikasi Korupsi.
Faktor penyebab terjadinya indikasi korupsi pada koperasi di provinsi aceh adalah :
- Koperasi yang lalai dan lemah dalam kinerja.
Banda Aceh - Pemerintah Aceh melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Provinsi Aceh setiap bulannya terus mengevaluasi kinerja ribuan koperasi yang ada di kabupaten kota di Aceh. Hasil evaluasi itu banyak ditemukan koperasi yang lalai dan lemah dalam kinerjanya sehingga sudah berulang kali kita surati untuk memperbaiki kinerjanya. Demikian dikatakan Kepala Dinas Perindag Aceh, Cipta Hunai melalui Kepala Bidang Kelembagaan. Terkait kriteria kinerja koperasi yang baik menurut pemerintah adalah sangat tergantung pada beberapa aspek bidang usaha dan kelembagaan koperasi. Aspek-aspek itu meliputi, pengelolaan organisasi dan tata kelolanya, sistem manajementnya, aspek produktifitasnya, aspek manfaat dan aspek pengembangan dan daya saing, kriteria itulah yang di evaluasi oleh pemerintah.
2. Penyaluran Dana atau hibah tidak kepada koperasi yang berhak.
Dana atau barang yang di hibahkan oleh pemerintah bagi koperasi tidak melalui Data dan lebaga surve guna memastikan kelayakan koperasi yang di bantu, namun lebih fokus kepada proposal-proposal yang diajukan kepada pemerintah (gubernur, dinas-dinas terkaiat). Momen ini di manfaatkan oleh pihak-pihak yang mempunyai akses kepemerintahan, untuk mendapatkan bantuan tersebut dan juga mempercepat proses penerimaan proposal.
3. Upaya menimalisir terjadinya korupsi pada koperasi di Aceh.
Ada beberapa upaya yang dapat di ambil untuk mengatasi masalah ini, yaitu :
Semakin pudarnya kewibawaan koperasi sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Dan banyaknya penyelewengan, perselisihan, dan pemborosan yang dilakukan pengurus koperasi, sehingga koperasi sering mengalami kerugian dan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap koperasi, untuk itu perlu adanya cara penyelesaian :
- Harus ada aturan-aturan yang tegas dan dijamin kesahannya oleh peraturan perundangan tentang aliran dana yang masuk ke koperasi dijamin keamanannya. Sehingga tidak ada lagi penyelewengan terhadapat aliran dana koperasi.
- Terhadap pelanggaran, penyelewengan, pemborosan dan penggelapan hutang yang menimpa koperasi, harus dibuat mekanisme penyelesaian secara hukum. Selama ini,
kasus-kasus penyelewengan, dan penggelapan hutang tidak pernah diusut secara tuntas, sehingga kepercayaan masyarakat berkurang. - Untuk mengatasi kasus diatas seharusnya Pemerintah perlu untuk memberikan pelatihan, pembinaan dan pengembangan terhadap Sumber Daya Manusia dan manajemen koperasi agar dapat memiliki seorang pengurus yang berkualitas dan memiliki pengetahuan yang memadai sehingga dapat menjadikan koperasi menjadi badan usaha yang baik dan berkembang. Dan pemerintah seharusnya juga menciptakan manajemen koperasi yang profesional.
- Pemerintah harus memberi kesempatan pada koperasi-koperasi di Indonesia untuk berperan lebih besar dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Pemerintah seharusnya membentuk koperasi-koperasi pemerintah sebagai patokan bagi koperasi-koperasi lainnya. Dan pemerintah harus berusaha mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi, koperasi harus berkembang lebih luas lagi pada sektor-sektor produksi dan distribusi untuk mengatasi dampak negatif dari krisis ekonomi.
- Serta untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi koperasi, Pemerintah maupun dunia usaha dapat memberikan fasilitas baik dalam pengembangan, sarana/prasarana dan kemitraan kepada koperasi. Dan Pemerintah harus menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan koperasi. Selanjutnya pemerintah melanjutkannya dengan memperkenalkan produk-produk yang menjadi unggulan dari koperasi itu. Dan pemerintah harus menjamin ketersediaan pasar dan kelayakan harga bagi produk koperasi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tidak semua anggota koperasi yang mengetahui fungsi dan tugas koperasi dengan baik, selain itu koperasi yang ada sekarang ini di aceh sangat sedikit yang mempunyai kemandirian, banyak koperasi yang mengharapkan dana dan bantuan dari Pemerintah.
2. Faktor penyebab terjadinya indikasi korupsi, yaitu :
· Koperasi yang lalai dan lemah dalam kinerja.
· Penyaluran dana atau hibah tidak kepada koperasi yang berhak.
B. Saran
1. Upaya meminimalisir terjadinya korupsi pada koperasi, yaitu:
· Mengawasi aliran dana koperasi.
· Semua penyelewengan koperasi harus diusut melalui jalur hukum.
· Pemerintah perlu untuk memberikan pelatihan, pembinaan dan pengembangan terhadap Sumber Daya Manusia dan manajemen koperasi.
· Pemerintah maupun dunia usaha dapat memberikan fasilitas baik dalam pengembangan, sarana/prasarana dan kemitraan kepada koperasi